Misteri Corona Dan Kesempatan Kedua

Misteri Corona Dan Kesempatan Kedua

08 Juli 2021

PIALA MENPORA 2021

Oleh: Akhmad Hadian Lukita
(Direktur Utama PT LIB)


Saya mungkin termasuk orang yang berusaha disiplin. Mencoba semuanya bisa tepat waktu. Datang ke kantor lebih awal, makan teratur, tidur 8 jam sehari dan istirahat yang cukup. Olahraga juga dilakoni, meski tak tiap hari.

Saya orang yang patuh pada anjuran pemerintah. Selalu menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan pada setiap kegiatan, hingga ikut dalam program vaksinasi. Tercatat, dua kali saya sudah divaksin sinovac. Vaksin kedua pada 15 Maret 2021 lalu.

Saya orang yang bawel. Di mana pun, kapan pun, ketika bertemu dengan rekan-rekan sejawat, saudara, atau karyawan di PT Liga Idonesia Baru (LIB), selalu menyarankan agar mengenakan masker. Tanpa kecuali.

Kedisiplinan, keteraturan dan sikap hati-hati yang saya lakukan selama ini, ternyata gagal untuk menangkis jahatnya virus Covid-19. Pertahanan saya bobol. Virus jahat itu menempel ke tubuh. Sangat mengganggu.

Kisah itu bermula pada medio bulan Juni lalu.

Pada hari Sabtu, 12 Juni 2021, saya berolah raga di Bandung. Tapi memang cukup berat. Saya pun kelelahan. Esok harinya, badan menggigil, demam, dan sakit kepala. Penasaran, saya pun melakukan tes swab antigen. Hasilnya; positif, lanjut dengan PCR juga positif dengan CT 11-12.

Mencoba tenang atas situasi ini. Melakoni perawatan dan pemulihan secara mandiri. Enam hari melakoni isolasi di rumah.

Selama isoman, kepala tetap pusing. Penciuman pelan-pelan menghilang dan batuk yang sakit di dada.

Frase yang paling menyulitkan tiba, sesak di dada. Sulit untuk bernapas. Mencoba tetap bertahan di rumah, tabung oksigen dipinjamkan oleh teman dan hanya bisa bertahan 2 hari karena saturasi saya turun terus sampai 75, dengan kondisi sadar dan tidak sadar.

Saya pun ke rumah sakit. Mendapatkan perawatan di salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Sehari lamanya masuk ruang HCU/ICU. Beruntung, langsung ditangani paramedis. Jika tidak, entah apa yang terjadi. Terima kasih, ya Allah.

Hari kedua sudah pindah di kamar perawatan biasa. Tetapi masih perlu mengenakan bantuan alat pernapasan. Setelah empat hari kembali saya ditest PCR dan alhamdulillah hasilnya; negatif. Hanya saja, saya tidak diizinkan langsung pulang karena hasil rontgen saya memperlihatkan kabut putih yang menutupi separuh permukaan paru-paru.

Total delapan hari di rumah sakit, saya dipersilakan pulang. Melanjutkan perawatan secara mandiri di rumah. Syaratnya, tetap istirahat dan hidup disiplin. Bisa disiplin meminum obat, disiplin istirahat dan disiplin lainnya.

Di sela-sela menjalani perawatan dari rumah (saat ini pun masih menjalani masa pemulihan,red) akhirnya pikiran saya terbuka. Merasakan langsung kepedihan yang dialami pasien Covid-19, bukan cuma paham lewat berita.

Kongretnya, saya memahami betul apa yang terjadi di masyarakat.

Saya paham betul, bagaimana kalutnya pasien-pasien covid yang tidak mendapatkan kamar di rumah sakit. Karena kondisi, mereka harus mendapatkan perawatan di tempat yang tidak semestinya. Di lorong-lorong rumah sakit, tenda khusus di halaman rumah sakit, parkiran atau ruang terbuka lainnya. Sedih.

Bisa dibilang banyak teman saya yang isoman tetapi hidup matinya dipertaruhkan, malah sebagian tidak tertolong karena sulitnya mendapatkan ruang perawatan dan minimnya stok oksigen, apalagi sampai tidak kebagian. Saya paham betul, bagaimana tersiksanya mereka. Jangankan untuk bergerak, bernapas pun, harus mendapatkan perlakuan khusus.

Logika sederhananya, saya yang mendapatkan kamar dan pelayanan yang layak, begitu cemas. Beragam tanda tanya dengan mudah mengemuka. Sama halnya dengan keluarga dan orang-orang dekat. Lantas, bagaimana dengan pasien-pasien ini?

Di titik ini, pengalaman terpapar Covid-19 plus melihat dan mengalami secara langsung apa yang terjadi di sekeliling, saya merasa mendapatkan pelajaran penting dari Allah SWT; saya dianugerahi kesempatan hidup (baca: nyawa) yang kedua.

Alhamdulillah.

Pulang dari rumah sakit, dokter menyarankan saya harus istirahat total. Jauhi segala aktivitas yang menyita stamina, juga pikiran.

Bagi saya, itu anjuran yang agak berat. Mengurangi segala aktivitas yang menguras stamina, bisa saya lakukan. Tidur diusahakan teratur.

Tapi benar-benar mengistirahatkan pikiran, itu yang agak berat.

Bagaimana pun saya tak bisa melepaskan pikiran dan perhatian dari situasi sepak bola nasional. Apalagi, satu bulan terakhir merupakan momentum penting menjelang bergulirnya kompetisi Liga 1 2021/2022 dan Liga 2 2021.

Karena terpapar covid-19 dan harus menjalani perawatan, saya melewatkan beberapa agenda penting pra musim. Di antaranya, koordinasi dengan Mabes Polri, manager meeting Liga 1 2021/2022, sampai dengan press conference. Syukur, tugas-tugas saya, semua bisa diambilalih oleh Direktur Operasional, bapak Sudjarno serta direksi dan staf yang lain.

Saya menyadari betul, untuk mempersiapkan bergulirnya kompetisi, banyak hal yang harus dilakukan. Terutama koordinasi dan komunikasi. Diakui atau tidak, dalam situasi saat ini, butuh komunikasi dengan banyak pihak. Di antaranya klub-klub Liga 1 dan Liga 2, rekan-rekan di PSSI, karyawan LIB, sampai dengan kawan-kawan media.

Seiring dengan membaiknya kondisi, pelan-pelan komunikasi itu saya lakukan. Meski belum secara keseluruhan. Bismillah.

Pekan lalu, diumumkan bahwa kompetisi Liga 1 dan Liga 2 ditunda. Akan digelar lagi usai Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dicabut. Bisa digelar akhir Juli atau Agustus 2021 nanti. Tergantung perkembangan kondisi dan juga komunikasi kami dengan semua pihak.

Saya sangat mendukung keputusan tersebut. Bukan melulu karena saya tidak terlibat banyak dibalik keputusan penundaan itu. Bukan pula lantaran saya sembuh kemudian kompetisi baru berputar. Bukan, sekali lagi, bukan alasan itu.

Namun, semua karena pertimbangan kemanusiaan. Anjuran pemerintah itu benar. Saat ini, pandemi Covid-19 sangat tinggi. Terutama di Jawa dan Bali.

Sekadar menginformasikan, pada 5 Juli 2021, menyunting informasi yang disampaikan beberapa media nasional, sempat tercipta ‘rekor’ yang terkonfirmasi terpapar Covid-19. Angkanya mencapai 29.745 kasus baru dalam sehari! Catatan yang tidak pernah terukir selama virus Covid-19 merajalela di negeri ini.

Rupanya, rekor tersebut pecah hanya dalam 24 jam terakhir. Tercipta angka baru yang cukup mengejutkan semua pihak. Pada Selasa, 6 Juli 2021, ada 31.189 orang yang dilaporkan terkonfirmasi COVID-19.

Tak cukup disitu. Pada Rabu, 7 Juli 2021, ‘rekor’ bergeser lagi. Hari itu, tercatat yang terkonfirmasi telah positif mencapai 34.379 kasus.

Akankah akan tercipta rekor baru lagi? Berharap tidak! Berharap kebijakan PPKM Darurat membuat semuanya menjadi lebih baik. Berharap tidak ada lagi orang-orang mengalami apa yang saya rasakan dan dialami pasien Covid-19 lainnya. Cukup, cukup sudah.

Semoga angka yang terkonfirmasi terpapar Covid-19, bisa turun dalam dua pekan ke depan. Dan, klub-klub Liga 1 dan Liga 2 bisa melakukan persiapan maksimal. 

Tidak ada lagi penundaan dan kompetisi bisa bergulir pada ‘kesempatan kedua’ di tahun 2021 ini.

Mari berdoa bersama.